3. MT2 - Musaiyah Versus Haruni
Tradisi J, Komunitas Haruni
Tradisi J yang ditulis oleh komunitas yang sedang menikmati posisi elite, memaparkan refleksi kisah yang melegitimasi situasi politis dan religi yang menguntungkannya. Teks tradisi J ditulis sebagai pengokohan posisi yang telah diraih komunitas penulisnya. Karenanya, teks tradisi J adalah bentuk legitimasi politis, geografi, dan monarki Jehuda, sekaligus legitimasi sistem religi yang dioperasikan komunitas Haruni. Manuskrip tradisi J menurut R.E. Friedman diperkirakan ditulis dalam periode 848-722 SM. Yaitu sebelum kejatuhan Kerajaan Israel (Utara), tahun 722, karena mengisahkan penyebaran suku Simeon dan Lewi, tetapi tidak mengisahkan penyebaran suku Israel lainnya (yang terjadi setelah kejatuhan Israel karena serangan Assiria). Dan sesudah perpecahan kerajaan paska-Salomo, karena ada penekanan pada pentingnya tabut perjanjian, larangan penyembahan patung emas (di Israel), serta kampanye negatif Judea terhadap Israel. Penyempitan periode hingga tahun 848 SM didasarkan penulisan kisah kemerdekaan Edom dari Judea, yang terjadi pada masa Raja Yoram (848-842SM).
Tradisi E, Komunitas Musaiyah
Teks tradisi E lahir dari situasi kegetiran marginal, ditulis oleh komunitas yang tersingkir dari posisi elite keagamaan, sehingga memaparkan refleksi yang melegitimasi situasi politis, tetapi mengkritisi konsep religi pesaingnya (baik di Jerusalem maupun di Bethel). Agar bisa kembali ke posisi elite, komunitas penulis teks E tetap membutuhkan wadah politis. Dan itu hanya dalam kerangka kerajaan Israel, bukan Jehuda. Karenanya, tradisi E melegitimasi politik, geografi, dan monarki Israel, tetapi menolak konsep religi yang dioperasikan imam-imam non-Lewi di Bethel, dan eksklusivitas imam Haruni di Jerusalem. Manuskrip tradisi E masih menurut R.E. Friedman diperkirakan ditulis dalam periode 25 tahun terakhir sebelum kejatuhan Israel tahun 722 SM.
Legitimasi dan Kritik Religi
Insiden "patung-anak-lembu-emas" dalam manuskrip tradisi E mengandung kritik terhadap praktek keimaman, baik pada sistem religi di Israel maupun di Judea.
Masing-masing tradisi hanya mengisahkan ikon religi yang terdapat dalam komunitasnya.
Teks J dalam Kitab Bilangan ['Bil 10:29'] dimulai dengan kisah keberangkatan ke Kanaan dari Sinai. Tabut perjanjian ditempatkan di depan iring-iringan. Teks J yang lain menyebutkan bahwa Tabut Perjanjian tersebut sangat berperan dalam keberhasilan perjalanan mereka. (Dengan kata lain, kesuksesan militer Israel ditentukan oleh tabut ersebut). Tabut Perjanjian adalah ikon terpenting Kuil Salomo (Baitallah Pertama) di Jerusalem. Tradisi J memperlihatkan pandangan tentang pentingnya Tabut Perjanjian, sementara tradisi E sama sekali tidak berkisah tentangnya. Tradisi E dalam insiden "patung-anak-lembu-emas" bahkan mengkisahkan Musa yang melemparkan dua loh batu yang baru saja dibawanya turun, ke patung tersebut, hingga semuanya hancur. Dengan kata lain, teks E ingin mengatakan bahwa Tabut Perjanjian di Jerusalem tidak berisi loh batu, (karena telah hancur) atau jika berisi, pasti loh batu yang tidak asli.
Tradisi E menekankan pentingnya Kemah Pertemuan sebagai lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. ('Kel 33:7-11']. Menurut kitab Samuel, Raja-raja, dan Tawarikh, Tabernakel adalah tempat utama untuk pemujaan Tuhan hingga diganti dengan kuil (permanen) yang dibangun oleh Salomo. Sebelum itu, penempatan Tabernakel selalu diasosiasikan dengan Shiloh. Tradisi E memperlihatkan pandangan tentang pentingnya Tabernakel, sementara tradisi J sama sekali tidak berkisah tentangnya.
Perspektif Persaingan Tradisi Keimaman
Dari perspektif keberadaan dua komunitas imam penting ini, lima Kitab Taurat (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan) adalah rekaman "persaingan" para imam dari tradisi yang berasal dari komunitas keturunan Musa (Musaiyah) dan Harun (Haruni). Persaingan nyata antara komunitas Musaiyah dengan Haruni ini berjalan selama berabad-abad, "memperebutkan" hak prerogatif dan legitimasi sebagai imam, yang pada gilirannya mendatangkan wewenang dan pendapatan. Pengumpulan, penyuntingan dan penyatuan beberapa kitab dari berbagai tradisi, menjadi kumpulan Kitab Taurat di masa Ezra pada abad-5SM, adalah reunifikasi berbagai tradisi yang pada mulanya satu juga. Namun pada saat yang sama, berarti pengaburan informasi latarbelakang dan karakteristik masing-masing tradisi. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengapresiasi pesan dan makna yang mula-mula terkandung di dalamnya, pada saat penulisannya. Pemahaman makna kandungan Alkitab (baik segi positif maupu positifnya) dari alur tradisi masing-masing sumber, memungkinkan dilakukannya transsignifikasi, yang mampu menempatkan relevansi Alkitab dalam konteks kehidupan kini dan di sini.
Bersambung ke MT3 - Jahwis Versus Elohis
Bandung, Maret 2002
Heri Muliono